FILSAFAT PANCASILA
A.
LANDASAN FILOSOFIS PANCASILA
1. Pengertian Umum Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata “philos”
dan “shopos”, menjadi “philosophia”. Philos berarti cinta atau teman, dan sophos
berarti bijaksana. Jadi philosophia atau filsafat berarti cinta kepada
kebijaksanaan/pengetahuan. Seorang ahli fikir disebut filosof, kata ini
mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Filsafat terbentuk karena berfilsafat. Dapat disimpulkan bahwa
berfilsafat adalah mencari kebenaran, dari kebenaran tentang segala sesuatu
yang dipermasalahkan dengan berpikir secara sistematis dan universal.
2.
Pengertian
Filsafat Pancasila
Pancasila adalah hasil Filsafat berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang oleh bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini saebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai)
yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai
bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan non-religius, maka
filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran
mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus
mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Selanjutnya
filsafat Pancasila mengukur adanya kebenaran yang bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat sebagai berikut:
a.
Kebenaran
indra (pengetahuan biasa)
b.
Kebenaran
ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan)
c.
Kebenaran
filosofis (filsafat)
d.
Kebenaran
religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan kita bahwa Pancasila itu adalah suatu ajaran
filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr. Moh. Yamin pada Seminarr Pancasila
di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila terhadap Revolusi
Fungsional”, yang isinya sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu
sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila
itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat yang ulung, yaitu Friedrich Hegel
(1770 - 1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl
Marx (1818 - 1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin
Haeckel, serta juga bersangkut-paut dengan filsafat kerohanian seperti
diajarkan oleh Immanuel Kant (1724 - 1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang
lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah panduan pendapat
yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Ajaran Pancasila suatu sintese nagera uang
lahir dari suatu antitese.
3. Hakikat Filsafat Pancasila dan Tata
Nilainya
Pancasila selalu merupakan suatu kesatuan organis, atau suatu
kesatuan yang bulat, hal ini digambarkan sebagai berikut:
Sila I :
Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila II, III, IV,
dan V.
Sila II :
Kemanusiaan
yang adil dan beradab, diliputi dan jiwai sila I, meliputi dan menjiwai sila
III, IV, dan V.
Sila III :
Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai sila I dan II, meliputi
dan diliputi sila IV dan V.
Sila IV :
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, diliputi dan dijiwai sila I, II dan III, meliputi dan menjiwai sila
V.
Sila V :
Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, diliputi dan dijiwai sila I, II, III dan IV.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sila II, III, IV dan V pada haikatnya merupakan
penjabaran dan penghayatan dari sila I. Mengenai susunan Pancasila adalah
sistematis, hierarkis, artinya kelima sila Pancasila menunjukkan suatu
rangkaian urutan-urutan yang bertingkat dan setiapsila mempunyai tempat
tersendiri dalam rangkaian susunan kesatuan itu yang tak dapat diubah atau
digeser tempatnya.
4. Hakikat Pengertian Pancasila
1)
Sila
I : Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian dan keyakinan akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta beserta isinya. Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi sumber pokok
nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mendasari serta membimbing
perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia
yang telah menciptakan Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, yang
bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2)
Sila
II : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan
perbuatan manusia yang didasarkan pada potensi budi murni manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi,
sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Pada prinsipnya kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesungguhnya
sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang berbudi, sadar nilai dan berbudaya.
Setiap warga negara dijamin haknya serta kebebasannya dalam
hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dengan negara, dengan masyarakat dan
menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang
layak sesuai dengan hak asasi manusia. Ini berarti bahwa kemanusiaan yang adil
dan beradab bagi bangsa Indonsia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaan-Nya.
3)
Sila
III : Persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia adalah persatuan manusia yang mendiami wilayah
Indonesia. Bangsa ini bersatu karna didorong untuk mencapai kehidupan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia,
bertujuan memajuhkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mewujudkan perdamaian yang abadi. Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari
pada paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa serta
kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena itu paham Kebangsaan Indonesia
tidaklah sempit (chauvinisme) tetapi dalam arti menghargai bangsa lain
sesuai dengan sifat kehidupan bangsa itu sendiri.
4)
Sila
IV: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan perwakilan’ berarti bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya
melalui sistem perwakilan dari keputusan-keputusannya diambil dengan jalan
musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab,
baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.
Sila keempat ini merupakan sendi yang penting daripada asas
kekeluargaan masyarakat kita dan juga merupakan suatu asa bahwa tata
pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat.
5)
Sila
V : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Oleh karena
kehidupan manusia itu meliputi kehidupan jasmani dan kehidupan rohani, maka keadilan
itu pun meliputi pemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki bagi kehidupan jasmani
serta keadilan dalam pemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki bagi kehidupan rohani
yang disebut juga keadilan dibidang material dan spiritual. Pengertian itu
meliputi pula pengertian adil dan makmur oleh bangsa Indonesia secara merata
dengan berdasarkan asas kekeluargaan.
Sila keadilan sosial adalah tujuan dari 4 sila yang mendahuluinya,
merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara yang perwujudannya ialah tata
masyarakat adil-makmur berdasarkan Pancasila.
5. Penghayatan Pancasila
Hakikat pengertian
Pancasila hendaknya kita hayati yang pokok-pokok penghayatan tersebut sebagai
berikut:
1)
Falsafah
Pancasila yang abstrak dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan uraian
terperinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila.
2)
Pancasila
yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh
dan tersusun secara teratur (sistematis) dan bertingkat (hierarkis).
3)
Jiwa
Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 tercermin dalam pokok-pokok yang terakandung dalam pembukaan UUD
1945.
4)
Berdasakan
pennjelasan otentik UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam “pembukaan” dalam pasalnya. Ini berarti bahwa pasal-pasal dalam Batang
UUD 1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945, sebagai perwujudan jiwa Pancasila.
5)
Berhubung
dengan itu kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
B.
FUNGSI UTAMA/POKOK FILSAFAT PANCASILA
1.
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas
kearah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan padangan hidup
(filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang
persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah seerta cara bagaimana
bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup
maka suatu bangsa akan merasa terus-menerus terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan
didalam masyarakat sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam
pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandagan hidup yang
jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana memecahkan
masalah-masalah politok, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak
masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula
suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran
yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap
baik. Pada akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah suatu kristalisasi
dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini
kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar
didalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan
bahwa hidup munusia itu akan mencapai kebahagiaan jika dapat dikembangkan baik
dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
2.
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1
Juni 1945 adalah dikandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia
merdeka. Apapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan
kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesia yang merdeka. Diatas dasar
itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagagi perwujudan kemerdekaan
politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar
negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18
Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI,
Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung
unsur-unsur pokok kuat yang menjadi
landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu
tahan uji sepanjang masa.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri diatas
fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu
bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa
Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yangn
hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya
memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima
oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal
dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia secara kekal dan abadi.
3.
Pancasila Sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksud dengan Kepribadian
Inndonesia ialah: keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. keseluruhan ciri-ciri khas
bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan
oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan diperngaruhi oleh tempat, lingkungan
dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kita
bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Portugis,
Spanyol, Belanda dan lainlain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup
dan berkembang. Mungkin disana-sini, misalnya didaerah-daerah tertentu atau
masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun
pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa
Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita
memperhatikan setiap sila dari Pancasila, makan akan tampak dengan jelas bahwa
tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Oleh karena itu
yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan
Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan
merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945,
yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi
kehidupan bangsa kita.
C.
PELESTARIAN FILSAFAT PANCASILA
1.
Pengamanan Pancasila
Usaha mengamankan Pancasila berarti menyelamatkan, mempertahankan
dan menegakkan Pancasila yang benar agar tidak diubah, dihapuskan ataupun
diganti dengan ideologi yang lain.
Hakikat mengamankan Pancasila adalah mengamankan negara.
Sebaliknya, mengamankan negara bertujuan mengamankan Pancasila, karena
Pancasila adalah dasar negara. Jika dasar negara Pancasila terancam
(dirongrong) berarti negara terancam. Bahkan jika dasar negara Pancasila
diganti maka runtuhlah negara, artinya negara telah dikhianati atau Negara
Poklamasi 17 Agustus 1945 telah diganti dengan negara lain.
Oleh sebab itu pengamanan Pancasila adalah masalah yang sangat
penting serta menjadi tanggung jawab pemerintah bersama seluruh rakyat
Indonesia. Oleh karena pengamanan Pancasila meliputi segala aspek dan bidang
kehidupan, maka usaha pengamanannya juga meliputi seluruh aspek dan bidang
tersebut. Secara garis besar, usaha pengamanan Pancasila itu dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a.
Preventif; yaitu usaha
pengamanan yang bersifat pencegahan. Pada hakikatnya usaha ini adalah merupakan
upaya yang lebih fundamental (mendasar) termasuk didalamnya kewaspadaan yang
setinggi-tingginya dan terus-menerus terhadap berbagai kemungkinan adanya usaha
dari mana pun, dalam negeri atau luar negeri, yang dapat merongrong Pancasila
sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup bangsa.
Adapun pengamanan yang bersifat pencegahan itu antara lain
dilakukan dengan cara:
1)
Membina
keadaan wawasan nusantara.
2)
Membina
kesadaran ketahanan nasional.
3)
Melaksanakan
sistem dan doktrin Hankamrata (pertahanan keamanan rakyat semesta).
4)
Melaksanakan
pendidikan moral Pancasila.
5)
Meningkatkan
pengertian, pemahaman dan penghayatan tentang Pancasila melalui sarana
pendidikan penerangan, santiaji dan lain-lain.
b.
Represif; yaitu usaha
pengamanan yang bersifat penindakan. Usaha bersifat penindakan ini dilakukan
untuk membasmi bahaya yang mengancam baik dari dalam negeri, maupun dari luar
negeri.
1)
Dalam
negeri dilakukan terhadap:
a)
Pemberontak
b)
Pengkhianat
c)
Pelanggar
hukum
d)
Perongrong
Pancasila:
-
Paham
Komunisme/Marxisme-Leninisme
-
Paham
Liberalisme
-
Paham
Ekstrem: Agama – Nasional – Sosial
-
Golongan
Anarki\
2)
Luar
negeri dilakukan terhadap:
a)
Penjajahan
b)
Invasi
c)
Infiltrasi
d)
Subversi
e)
Subversi
Kebudayaan/Ideologi
Sedangkan usaha pengamanan yang bersifat penindakan itu antara lain
dengan cara:
1)
Menindak
pelanggar-pelanggar hukum, pengkhianat, pemberontak dan perongrong Pancasila.
2)
Melarang
paham aliran dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
3)
Melarang
masuknya atau berkembangnya nilai-nilai yang dapat membahayakan nilai-nilai
Pancasila.
2.
Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4)
a.
Penuntun Sikap dan Tingkah Laku Manusia Indonesia
Dalan uraian sebelumnya telah kita tegaskan, bahwa Pancasila yang
telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta merupakan
kepribadian dan pandangan hidup bangsa kita, yang telah dapat mengatasi
percobaan dan ujian sejarah, sehingga kita meyakini sedalam-dalamnya akan
keampuhan dan kesaktiannya.
Guna melestarikan keampuhan dan kesaktian Pancasila itu perlu
diusahakan secara nyata dan terus-menerus penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai yang terkandung didalamnya oleh setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan,
baik dipusat maupun di daerah. Dan lebih dari itu, kita yakin bahwa Pancasila
itulah yang dapat memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbing kita semua dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik
didalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Untuk itu Pancasila harus
kita amalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi,
dalam kehidupan kemasyarakatan maupun dalam kehidupan kenegaraan.
b.
Manusiawi
Setiap manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan
mengejar kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam
diri manusia. Dan seperti ini diisyaratkan oleh Ketetapan MPR No. II/MPR/1978,
maka Pancasila yang bulat dan utuh itu memberikan keyakinan kepada rakyat dan
bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas
keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia dengan masyarakat, dalam
hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa dengan bangsa, dalam
hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan
kebahagiaan rohaniah.
Pancasila menempatkan manusia dalam kehidupan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik
tolak dari usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri, manusia dengan
masyarakatnya dan manusia dengan segenap lingkungan hidupnya. Adapun manusia
yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa. Manusia yang hendak kita
pahami adalah manusia yang disamping memiliki kekuatan, juga manusia yang
dilekati dengan kelemahan-kelemahan: manusia yang disamping mempunyai
kemampuan-kemampuan, juga manusia yang mempunyai keterbatasan-keterbatasan,
manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat baik, juga manusia yang mempunyai
sifat-sifat yang kurang baik.
c.
Kodrat Manusia
Agar pedoman dapat diamalkan secara manusiawi, maka pedoman
pengamalannya juga harus bertolak dari kodrat manusia, khususunya dalam arti
dan kedudukan manusia dengan manusia lainnya. pangkal tolak ini sangat penting,
sebab manusia hanya dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan manusia hanya akan
mempunyai arti, apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya didalam
masyarakat. Tidak dapat dibayangkan adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa hubungan dan tanpa bergaul
degan manusia lainnya. Apabila manusia harus terpaksa hidup sendiri, maka sifat
kesendiriannya itu tidak mutlak dan langgeng, melainkan bersifat relatif dan
sementara.
Manusia tidak diciptakan
dengan susunan tubuh yang dapat melakukan fungsinya untuk menyesuaikan
dirinya secara langsung dan sempurna kepada lingkungan alamnya, sehingga
manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan makhluk
lainnya ciptaan Tuhan, untuk hidup secara sempurna manusia harus melengkapi susunan
tubuhnya dengan alat-peralatan lain. Susunan tubuh manusia tidak dapat
diciptakan misalnya untuk dapat bertahan di daerah yang amat dingin, kecuali
apabila manusia itu mengenakan pakaian tebal, yang dapat melindungi badannya
dari suhu yang sangat rendah.
Tidak hanya dari segi badaniah saja, maka manusia harus ditolong
dan harus bekerja sama dengan manusia lain, akan tetapi sebagai makhluk yang
berperasaan sebagai makhluk emosi, manusia memerlukan tanggapan emosional dari
orang lain. Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri,
pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional, yang sangat penting artinya bagi
pergaulan dan kesejahteraan hidup yang sehat. Tanggapan emosional itu hanya
dapat ia peroleh dalam hubunganya dengan manusia lain dalam masyarakat.
Inilah kodrat
manusia, yang sebagai makhluk Tuhan, adalah makhluk pribadi dan sekaligus
makhluk sosial. ‘Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila’ tersebut diatas
bertolak dari kesadaran tentang sifat kodrati manusia sebagai individu sekaligus
sebagai makhluk sosial, yang merupakan kesatuan bulat yang harus dikembangkan
secara seimbang, selaras dan serasi.
D.
PEMBAHASAN PANCASILA DARI
SEGI FALSAFAH DAN RELIGI
1.
Pancasila Sebagai Ajaran Filsafat yang Religius
Pancasila
dibahas dari segi falsafah dan religi, sebab Pancasila memang adalah ajaran
filsafat yang religius, karena itu pembahasan dari segi ini sesuai dengan watak
Pancasila itu sendiri. Sesungguhnya Pancasila itu adalah suatu ajaran filsafat
yang fungsional didalam mengatur hubungan antar manusia dari warga negara
Republik Indonesia, terbukti dengan kedudukkannya sebagai norma dasar dalam
negara RI.
Didalam
mengatur hubungan antar pribadi warga negara RI, dari segi filsafat, berarti
bahwa Pancasila adalah suatu norma yang berlaku umum di dalam tata kehidupan
bangsa dan negara RI.
Sebagai ajaran
filsafat tak dapat disangkal pula realitas bahwa Pancasila sesungguhnya
merupakan filsafat yang religius, sebab dengan adanya sila I Ketuhanan Yang
Maha Esa, berarti Pancasila mengandung asas teisme (kepercayaan terhadap
tuhan).
Berdasarkan realistis sosiologis itu, maka representasinya
dirumuskan dengan kalimat: Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila I. Ini berarti
pula bahwa seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupannya ber-Tuhan Yang Maha Esa,
yang terbukti dengan kepribadatan dan atau ritual tertentu sebagai perwujudan
hidup beragama.
Dari diktum konstitusi, asas Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
perwujudan dan kepercayaan religius disertai konsekuensi asas kepercayaan itu,
yakni perwujudan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan negara RI menjamin
secara konstitusional pelaksanaan asas teisme yang religius itu.
Dari penguraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah
filsafat yang religius sebab:
a)
Pancasila
sebagai dasar negara yang fundamental, norma yang berlaku dalam tata kehidupan
bangsa dan negara RI.
b)
Sebagaimana
dasar ajaran filsafat Pancasila berpangkal atas kepercayaan (kepada adanya
Tuhan Yang Maha Esa), dengan segala konsekuensinya, itu berarti pula menerima
aturan-aturan yang dirumuskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Didalam
pembahasan Pancasila secara teoritis filosofis religius, Pancasila dibahas
sebagai suatu kesatuan (kebulatan utuh) sebagai suatu sistem ajaran filsafat,
artinya Pancasila secara potensial. Untuk maksud ini dicoba meletakkan
pokok-pokok pikiran tentang filsafat Pancasila terutama tentang hal-hal sebagai
berikut:
a.
Tuhan
Yang Maha Esa.
b.
Budi
Nurani Manusia.
c.
Kebenaran.
d.
Kebenaran
dan Keadilan.
e.
Kebenaran
dan Keadilan bagi Bangsa Indonesia.
2.
Pancasila Sebagai Konsensus Politik dan Konsensus Filosofis/Moral
Pemahaman Pancasila secara filosofis, akan mengingatkan kepada kita
semua, bahwa Pancasila bukanlah sekedar konsensus politik, melainkan juga
sebagai suatu komitmen transendental yang menjajikan persatuan dan kesatuan
sikap serta pandangan kita dalam menyambut masa depan gemilang yang kita
cita-citakan bersama.
Memang sebagai konsensus politik dan landasan ideal pembangunan
nasional, Pancasila akan cenderung untuk diberikan aksentuasi pada segi
pragmatiknya. Namun sebagai filsafat atau pandangan hidupm, Pancasila bermakna
jauh lebih luas dan lebih dalam daripada sekedar pragmatisme.
Pancasila mampu menjadi pengatur, pengisi serta pengarah hubungan
hidup kita secara pribadi, terhadap sesama manusia dan sesama bangsa. Di
samping itu juga terhadap lingkungan alam semesta dan akhirnya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Demikianlah perenungan kita mengenasi eksistensi Pancasila baik
sebagai konsensus politik, maupun sebagai konsensus filosofis/moral.
SUMBER :
Burhanuddin Salam : .Filsafat Pancasilaisme. Penerbit : PT Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar