TEORI S-O-R DAN CONTOH APLIKASI TEORI
S-O-R Theory
Latar Belakang Kelahiran Teori
Dimulai pada tahun
1930-an, lahir suatu model klasik komunikasi yang banyak mendapat pengaruh
teori psikologi, Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek
material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang
jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan
konasi.
Asumsi dasar dari
model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan
langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau S-R theory. Model
ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model
ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol
tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu.
Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif; misal jika orang
tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika
tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model
inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu
Hypodermic Needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh
berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat
memiliki efek yang kuat tehadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai
jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan
menghasilkan tanggapan ( R) yang kuat pula.
Uraian Teori
Menurut stimulus
response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus
sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan
dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah ;
- Pesan (stimulus, S)
- Komunikan (organism, O)
- Efek (Response, R)
Hosland, et al (1953)
mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses
belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada
individu yang terdiri dari :
- Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
- Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
- Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
- Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini
mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang
diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat
melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement
memegang peranan penting.
Dalam proses perubahan
sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa
benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang
menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu
:
(a) perhatian,
(b) pengertian, dan
(c) penerimaan.
Stimulus atau pesan
yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak.
Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses
berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan
proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka
terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
Teori ini mendasarkan
asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas
rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya
kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas,
kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat.
Contoh Aplikasi Teori
Iklan televisi merupakan sarana
memperkenalkan produk kepada konsumen. Keberadaanya sangat membantu pihak
perusahaan dalam mempengaruhi afeksi pemirsa. Ia menjadi kekuatan dalam
menstimulus pemirsa agar mau melakukan tindakan yang diinginkan.
Secara substansi iklan televisi
memiliki kontribusi dalam memformulasikan pesan-pesan kepada pemirsa. Akibatnya
secara tidak langsung pemirsa telah melakukan proses belajar dalam mencerna
serta mengingat pesan yang telah diterimanya. Kondisi ini tentunya tanpa
disadari sebagai upaya mengubah sikap pemirsa.
Senada dengan yang diungkapkan oleh
Hovland, Janis dan Kelley diatas (pada
uraian teori S-O-R) yang menyatakan ada tiga
variabel penting dalam menelaah sikap yang dirumuskan dalam teori S-O-R, secara
interpretatif iklan televisi merupakan stimulus yang akan ditangkap oleh
organisme khalayak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari
komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah
yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan
menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. Dalam hal ini,
perubahan sikap terjadi ketika komunikan memiliki keinginan untuk membeli atau
memakai produk yang iklannya telah disaksikan di televisi.
Pendekatan teori S-O-R lebih
mengutamakan cara-cara pemberian imbalan yang efektif agar komponen konasi
dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pemberian informasi
penting untuk dapat berubahnya komponen kognisi. Komponen kognisi itu merupakan
dasar untuk memahami dan mengambil keputusan agar dalam keputusan itu terjadi
keseimbangan. Keseimbangan inilah yang merupakan system dalam menentukan arah
dan tingkah laku seseorang. Dalam penentuan arah itu terbentuk pula motif yang
mendorong terjadinya tingkah laku tersebut. Dinamika tingkah laku disebabkan
pengaruh internal dan eksternal.
Dalam teori S-O-R, pengaruh
eksternal ini yang dapat menjadi stimulus dan memberikan rangsangan sehingga
berubahnya sikap dan tingkah laku seseorang. Untuk keberhasilan dalam mengubah
sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan stimulus (penguatan) agar
penerima berita mau mengubah sikap. Hal ini dapat dilakukan dalam barbagai cara
seperti dengan pemberian imbalan atau hukuman. Dengan cara demikian ini
penerima informasi akan mempersepsikannya sebagai suatu arti yang bermanfaat
bagi dirinya dan adanya sanksi jika hak ini dilakukan atau tidak. Dengan
sendirinya penguatan ini harus dapat dimengerti, dan diterima sebagai hal yang
mempunyai efek langsung terhadap sikap. Untuk tercapainya ini perlu cara
penyampaian yang efektif dan efisien.
Jika kita amati dari sisi
keterpengaruhan, maka secara pragmatis iklan televisi mudah mempengaruhi
kelompok remaja dibandingkan kelompok dewasa. Artinya, jika teori S-O-R kita
hubungkan dengan keberadaan remaja, maka kekuatan rangsangan iklan televisi
begitu kental dalam memantulkan respon yang sebanding. Sistem seleksi yang
semestinya melalui proses penyaringan yang ketat terkalahkan oleh sifat mudah
dipengaruhi. Akibatnya terjadi pergeseran implementasi toritikal dari teori
S-O-R menjadi teori S-R. Artinya, respon yang ditimbulkan sebagai konsekuensi
adanya stimulus iklan televisi yang diterima remaja tanpa melalui filter
organisme yang ketat.
Kontribusi Teori S-O-R begitu
terlihat dalam iklan televisi. Dilihat dari sudut pandang target sasaran,
secara kondisional yang gampang dipersuasi adalah remaja. Remaja. Remaja yang
masih berada pada masa transisi memiliki tingkat selekivitas yang lebih rendah
di bandingkan dengan dengan orang dewasa. Konsekuensinya, wajar jika remaja
menjadi kelompok sasaran utama iklan televisi. Akibatnya, tanpa disadari remaja
telah memposisikan diri sebagai kelompok hedonis dengan rating tinggi.
Keinginan yang selalu menggebu-gebu dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah
indikasi yang pas sekaligus menggambarkan betapa remaja begitu sukar untuk
menunda desakan kebutuhan emosinya. Membeli dan mencoba seakan menjadi bagian
hidup remaja yang sejalan dengan mengkristalnya kognisi tentang aneka ragam
kebutuhan yang ditawarkan televisi melalui iklannya yang akomodatif dan
fantastis.
Daftar Pustaka
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori
dan Filisafat Komunikasi. Cet. Ke-3. Citra Aditya Bakti: Bandung. 2003
Notoatmodjo, Soekidjo.
Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Rineka
Cipta: Jakarta. 2003.
Sumartono, Terperangkap
dalam Iklan (Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi). Alfabeta: Bandung.
2002.
Komunikasi Virtual Vs
Komunikasi Klasik. Refinasari.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar